Kata konstitusi
secara literal berasal dari bahasa Prancis constituir,
yang berarti membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi
dimaksudkan dengan pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah
negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan suatu negara. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal
dengan istilah grondwet, yang berarti
undang-undang dasar (grond=dasar, wet=undang-undang). Di Jerman, istilah
konstitusi juga dikenal dengan istilah grundgesetz,
yang juga berarti undang-undang dasar (grund=dasar
dan gesetz=undang-undang).
1.
Beberapa Pengertian Konstitusi
Pengertian Konstitusi tidak dapat dirumuskan
secara pasti karena setiap ahli merumuskan pengertiannya menurut cara
pandangannya masing-masing. Di bawah ini adalah beberapa pengertian konstitusi.
·
Menurut Sri Soemantri,
konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan
sendi-sendi sistem pemerintahan negara.
·
Menurut E.C.S Wade,
yang dimakusd dengan konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan
tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menetukan
pokok cara kerja badan tersebut.
·
Herman Finer, dalam
buku “Theory and Practice of Modern Goverment”, menamakan undang-undang dasar
sebagai “riwayat hidup sesuatu hubungan kekuasaan”.
·
Menurut K.C Wheare
F.B.E, istilah konstitusi pada umumnya dipergunakan untuk menunjuk kepada
seluruh peraturan mengenai ketatanegaraan suatu negara yang secara keseluruhan akan
menggambarkan sistem ketatanegaraan.
Dari berbagai pengertian konstitusi di atas,
dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konsitusi adalah sejumlah aturan
dasar dan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur
lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara negara dan
masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.
Macam-macam Konstitusi
Dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi ke
dalam 2 (dua) bagian, yakni yang tertulis atau dikenal dengan undang-undang
dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
a.
Konsitusi Tertulis
Konstitusi tertuis atau undang-undang dasar
adalah suatu naskah yang memaparkan kerangkan dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu negara serta menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut. Semua negara di dunia ini pada umumnya mempunyai
konstitusi yang tertulis
Setiap undang-undang dasar memuat
ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut:
1) Organisasi negara (misalnya pembagian
kekuasaan anta badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam negara federal,
pembagian kekuasaan antara pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara
bagian, prosedur penyelesain masalah pelanggaran yuridiksi oleh salah satu
badan pemerintahan, dan sebagainya);
2) Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill
of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri);
3) Prosedur pengubahan undang-undang dasar;
4) Larangan untuk mengubah sifat tertentu dari
undang-undang dasar (misalnya Undang-Undang Dasar federasi Jerman melarang
untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar, karena dikuatirkan
bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang
diktator seperti Hitler).
b.
Konstitusi Tidak Tertulis
Konstitusi tidak tertulis atau Konvensi
adalah peraturan yang tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara. Satu-satunya negara yang mendasarkan diri pada
konstitusi tak tertulis dewasa ini adalah Inggris. Konstitusi ini disebut tak
tertulis karena tidak merupakan suatu naskah.
Konvensi/ Konstitusi tidak tertulis antara
lain mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Kebiasaan yang berulangkali dan terpelihara
dalam praktetk penyelenggaraan negara;
2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
dan berjalan sejajar;
3) Diterima oleh seluruh rakyat;
4) Bersifat sebagai pelengkap sehingga
memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat di dalam
undang-undang dasar.
Contoh-contoh
konvensi di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.
2) Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia
setiap tanggal 16 Agustus di dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Pidato Presiden yang diucapkan sebagai
keterang pemerintah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
pada minggu pertama bulan Januari setiap tahunnya.
3.
Unsur dan Tujuan Konstitusi
Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan
aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antarnegara dan warga
negara. Konstitusi ini juga dapat dipahami sebagai bagian dari kontrak sosial
yang memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara.
a. Unsur Konstitusi
Menurut
Lohman, konstitusi harus memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan
perjanjian masyarakat (kontrak sosial), artinya bahwa konstitusi
merupakankonklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membinan negara dan
pemerintahan yang akan mengatur mereka;
2) Konstitusi sebagai piagam yang menjamin
hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan
kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya;
3) Konstitusi sebagai forma regimis, yaitu
kerangka bangunan pemerintahan.
b. Tujuan Konstitusi
Pada
prinsipnya, konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan pemerintahan
dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat.
Tujuan-tujuan
adanya konstitusi tersebut secara ringkas dapat diklasifikasi menjadi tiga
tujuan, yaitu:
1) Memberikan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik,
2) Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan
sendiri, dan
3) Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi
para penguasan dalam menjalankan kekuasaannya.
4.
Isi Konstitusi
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu
negara ini, Struycken dalam bukunya “Het Staatsrecht van Het Koninkrijk den
Nederlander” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
merupakan dokumen formal yang berisikan:
a. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang
lampau,
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan
ketatanegaraan bangsa,
c. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan baik waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang, dan
d. Suatu keinginan dimana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
5.
Nilai Konstitusi
Dalam praktek ketatanegaraan, adakalanya
suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku sebagaimana yang dikehendaki. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya salah satu atau beberapa isi dari konstitusi
yang tidak dijalankan atau dijalankan hanya untuk kepentingan suatu golongan/
pribadi. Oleh karena itu, Karl Loewenstein menyatakan ada tiga nilai
konstitusi, yaitu nilai normatif, nominal, dan semantik.
Nilan normatif, diperoleh apabila penerimaan
segenap rakyat suatu negara terhadap konstitusi benar-benar murni dan
konsekuen. Konstitusi ditaati dan dijunjung tinggi tanpa ada penyelewengan
sedikitpun. Dengan kata lain, konstitusi telah dapat dilaksanakan sesuai dengan
isi dan jiwanya baik dalam produk hukum maupun dalam kebijakan pemerintah.
Nilai nominal, diperoleh apa ada kenyataan
sampai dimana batas-batas berlakunya itu. Dalam batas-batas berlakunya itulah
yang dimaksud dengan nilai nominal konstitusi. Contohnya, ketentuan Pasal 1
atura peralihan UUD 1945 sebelum adanya amandemen tidak berlaku lagi karena
PPKI tugasnya hanya pada masa peralihan dan badan itu sendiri sudah tidak
berlaku lagi sekarang. Meskipun ketentuan itu tidak dicabut, tidak berarti
masih berlaku terus secara efektif.
Nilai Semantik, artinya konstitusi secara
hukum tetap berlak, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk melaksanakan
kekuasaan politik (konstitusi hanya sekedar istilah, pelaksanaannya digantikan
dengan kepentingan penguasa).
Daftar Pustaka:
Santoso, Joko Budi. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMK kelas X. Jakarta: Yudhistira
JAMUH'S LANDO CASINO - JAMUH'S MOHEGAN STATE
BalasHapusJAMUH'S LANDO 강원도 출장샵 CASINO, S.O. 양산 출장마사지 889.777.8601 경산 출장샵 · 광주 출장마사지 (609) 528-9453 구리 출장안마 · https://www.jamonlinecasino.com/